Melanogaster

.Selamat datang di Tulisan Puji.

Powered By Blogger

Rabu, 05 Januari 2011

Jepretan Puji

Pantai di Takalar



Bunga Matahari di Halaman Rumah Bude



Sunset d Tanjung Angin Mammiri





Selasa, 04 Januari 2011

Nata De Coco

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Secara definisi, istilah bioteknologi mempunyai pengertian: penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan rekayasa dalam pengolahan bahan dengan memanfaatkan agensia jasad hidup dan komponen-komponennya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian semacam ini, terkandung makna bahwa semua produk atau jasa yang berasal dari makhluk hidup atau komponennya dan yang dihasilkan dari penerapan teknik biologi, biokomia, dan rekayasa adalah produk atau jasa bioteknologi. Oleh karena itu, jika dirunut dari sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, maka-maka produk-produk jasad hidup yang telah dikembangkan manusia sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang silam, dapat dikategorikan sebagai produk bioteknologi. Sebagai contoh, produk minuman hasil fermentasi, winw, bir, yogurt, kefir, atau produk makanan misalnya seperti tempe, oncom, tape dan lain-lain adalah produk yang dihasilkan dari pemanfaatan agensia jasad hidup (Yowono, 2006).

Buah kelapa merupakan bagian paling penting dari tanaman kelapa karena mempunyai nilai ekonomis dan gizi yang tinggi. Air kelapa salah satu bagian buah kelapa yang mengandung sejumlah zat gizi yaitu protein, lemak, gula, sejumlah vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai media untuk produksi nata de coco. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter xylinum, yang berbentuk padat, berwarna putih, transparan, berasa manis dan bertekstur kenyal. Selain banyak diminati karena rasanya yang enak dan kaya serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan tidak banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan (Anonimb, 2009).

Nata berasal dari bahasa Spayol yang berarti krim. Jadi Nata De Coco adalah krim yang berasal dari air kelapa. Krim tersebut dibentuk dari hasil fermentasi organism Acetobacter xylinum yang membentuk gel pada permukaan yang mengandung gula (Pagarra, 2008).

Menurut Anonima (2009), tahapan pembuatan Nata de Coco adalah sebagai berikut:
1. Persiapan media starter/ Bibit Nata De Coco
Starter atau biakan mikroba merupakan suatu bahan yang paling penting dalam pembentukan nata. Sebagai starter, digunakan biakan murni dari Acetobacter xylinum. Bakteri ini dapat dihasilkan dari ampas nenas yang telah diinkubasi ( diperam) selama 2-3 minggu. Starter yang digunakan dalam pembuatan nata sebanyak 170 ml.
2. Penyaringan dan Pendidihan
Untuk menghilangkan kotoran yang bercampur pada air kelapa dilakukan penyaringan air kelapa dengan menggunakan kain saring. Kemudian campurkan gula pasir ( 100 g/l air kelapa )dengan air kelapa lalu didihkan dan dinginkan.
3. Inokulasi (Pencampuran dengan starter)
Setelah dingin, pHnya diatur dengan menambahkan asam asetat atau asam cuka sekitar 20 ml hingga diperoleh kisaran keasaman (pH) 3-4. Kemudian diinokulasi dengan menambahkan starter (Acetobacter xylinum) 170 ml.
4. Fermentasi (Pemeraman)
Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah fermentasi ( baskom berukuran 34 x 25 x 5 cm ). Wadah ditutup dengan kain saring dan diletakkan ditempat yang bersih dan aman. Dilakukan pemeraman selama 8-14 hari hingga lapisan mencapai ketebalan kurang lebih 1.5 cm.
5. Pemanenan
Setelah pemeraman selesai dengan terbentuk lapisan nata,lapisan nata diangkat secara hati-hati dengan menggunakan garpu atau penjepit yang bersih supaya cairan dibawah lapisan tidak tercemar. Cairan dibawah nata dapat digunakan sebagai cairan bibit pada pengolahan berikutnya.Buang selaput yang menempel pada bagian bawah nata, dicuci lalu dipotong dalam bentuk kubus dan dicuci.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal : Selasa, 3 November 2009
Waktu : Pukul 09.10 – 10.50 WITA
Tempat : Laboratorium Biologi FMIPA UNM lantai II sebelah Timur.

B. Alat dan Bahan
1. Alat:
a. Panci
b. Autoklaf
c. Baskom
d. Talang plastik
e. Sendok pengaduk
f. Kompor
g. Saringan
h. Gayung
i. Tali
2. Bahan:
a. Starter nata
b. Air kelapa
c. Pupuk ZA
d. Gula pasir
e. Asam asetat
f. pH meter
g. Kertas koran
h. Alkohol 70%

C. Cara Kerja
1. Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mensterilkan talang yang akan digunakan untuk penyimpanan starter denagn menggunakan alcohol 70%.
3. Menyaring air kelapa dengan menggunakan saringan yang telah diberi kapas
4. Memasak air kelapa sampai mendidih, setelah mendidih biarkan selama 10 menit.
5. Menambahkan 4 sendok gula pasir, 4 sendok pupuk ZA, ½ gelas asam asetat dan didihjkan selama 10 menit.
6. Mengecek pH hingga mencapai 3-4.
7. Menuangkan air kelapa pada talang yang telah disterilkan.
8. Menutup talang dengan kertas Koran yang telah disterilkan dengan alkohol 70% kemudian mengikatnya dengan tali.
9. Menyimpan talang di tempat yang aman selama 24 jam.
10. Stelah 24 jam penyimpanan, kemudian memasukkan stater ke dalam talang.
11. Menutup kembali talang dengan kertas Koran dan mengikatnya dengan tali.
12. Menyimpan talang di tempat yang aman hingga fermentasi starter berhasil.
13. Setelah Nata de Coco telah jadi kemudian memotong nata kecil-kecil sesuai dengan keinginan, lalu mencucinya hingga bersih.
14. Memasak nata hingga mendidih sebanyak tiga kali.
15. Memasak nata kembali dengan mencampurkan gula pasir sesuai dengan rasa manis yang diinginkan.
16. Setelah dingin nata siap dikomsumsi, bila suka dengan menambahkan sirup dan es batu.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil




B. Pembahasan
Dalam pembuatan Nata de Coco diperlukan starter nata atau biakan mikroba dari Acetobacter xylinum. Proses pembuatan Nata de Coco diperlukan kesterilan yang tinggi untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain. Maka sebelum nata de Coco disimpan dalam suatu wadah (talang), wadah (talang) tempat penyimpanan Nata de Coco tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan alcohol 70%. Selain wadah yang harus disterilkan, lingkungan sekitar tempat pembuatan starter juga harus disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% .

Air kelapa yang digunakan untuk pembuatan Nata de Coco disaring terlebih dahulu agar terpisah dari kotoran-kotoran yang ada. Kemudian dimasak hingga mendidih dan diberi tambahan pupuk ZA yang berguna untuk penyedia nitrogen, gula pasir sebagai sumber karbohidrat, dan asam asetat untuk penyedia kondisi asam, lalu di ukur pH-nya (3-4).
Setelah mendidih dan semua proses pencampuran telah selesai, air kepala tersebut dituang ke dalam talang yang telah disterilkan, namun diberi sedikit ruang untuk pemasukan starter, kemudian ditutup dengan kertas koran yang telah disterilkan dengan alcohol 70% dan diikat dengan tali.

Talang disimpan di tempat yang aman dan setelah 24 jam, starter nata dimasukkan ke dalam talang kemudian tutup kembali dengan kertas koran dan diikat dengan tali. Simpan kembali talang hingga proses fermentasi berhasil dan terbentuklah padatan putih yang tebal pada bagian permukaan, maka itulah yang disebut Nata de Coco. Kemudian nata siap untuk dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan dan siap dikomsumsi setelah dilakukan pemasakan hingga mendidih sebanyak tiga kali dan setelah penambahan gula pasir.

BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan Nata de Coco diperlukan pensterilan alat dan lingkungan pembuatan. Untuk membuat Nata de Coco memerlukan air kelapa, starter (biakan bakteri), pupuk ZA sebagai penyedia nitrogen, gula pasir sebagai sumber karbohidrat, asam asetat sebagai penyedia kondisi asam, dan pH meter untuk menguji kondisi pH. Pembuatan Nata de Coco dikatan berhasil jika setelah mengalami penyimpanan, maka nampak padatan putih yang tebal dan kenyal di atas permukaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Nata De Coco. file://localhost/H:/INTERNET/Peluang%20Usaha%20Nata%20de%20Coco.%20Tristar%20Menjual%20Mesin-Bibit%20&%20Kursus.htm. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

Anonimb. 2009. Nata De Coco. file://localhost/H:/INTERNET/nata.htm. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

Pagarra, Halifah. 2008. Penuntun Praktikum Biologi Terapan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Yuwono, Triwibowo. 2006. Bioteknologi Pertanian. Jogyakatra: Gadjah Mada University Perss.

Tempe

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Secara definisi, istilah bioteknologi mempunyai pengertian: penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan rekayasa dalam pengolahan bahan dengan memanfaatkan agensia jasad hidup dan komponen-komponennya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian semacam ini, terkandung makna bahwa semua produk atau jasa yang berasal dari makhluk hidup atau komponennya dan yang dihasilkan dari penerapan teknik biologi, biokomia, dan rekayasa adalah produk atau jasa bioteknologi. Oleh karena itu, jika dirunut dari sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, maka-maka produk-produk jasad hidup yang telah dikembangkan manusia sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang silam, dapat dikategorikan sebagai produk bioteknologi. Sebagai contoh, produk minuman hasil fermentasi, winw, bir, yogurt, kefir, atau produk makanan misalnya seperti tempe, oncom, tape dan lain-lain adalah produk yang dihasilkan dari pemanfaatan agensia jasad hidup (Yowono, 2006).

Tempe kedelai adalah bahan makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang yang berupa padatan dan berbau khas serta berwarna putih keabu-abuan. Seiring perkembangan pengetahuan dan perkembangan teknologi maka kini tempe tidak hanya dibuat dari kedelai tetapi jua dari bahan-bahan lain. Adapun baha-bahan itu seperti kecipir, lamtoro, kara benguk, ampas kacang tanah, ampas tahu, turi, dan sebagainya. Dengan demikian, diperkirakan posisi tempe kedelai adalah tempe tertua diantara sederetan pertempean tadi. Dengan demikian penyebutan kata “tempe” saja memberikan kesan yang berbahan baku dari kedelai (Kusantati, 2006).

Menurut Anonimb (2009), sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa tempe adalah makanan sehat. Dibanding makanan lain yang terbuat dari kedelai, tempe dibuat dari kedelai utuh. Itu yang membuat tempe jadi unik dengan manfaat sebagai berikut:
1. Tinggi serat
2. Mudah dicerna
3. Bagus untuk pola makan rendah garam
4. Mengandung antibiotika alami
5. Bagus untuk diabetes.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain (Anonima, 2009).

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur (Anonima, 2009).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut) (Anonima, 2009).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal : Selasa, 17 November 2009
Waktu : Pukul 09.10 – 10.50 WITA
Tempat : Laboratorium Biologi FMIPA UNM lantai II sebelah Barat.

B. Alat dan Bahan
1. Alat:
a. Ember
b. Panci
c. Sendok kayu
d. Plastik
e. Kompor
f. Jarum
g. Talang
2. Bahan:
a. Kedelai putih
b. Ragi
c. Air

C. Cara Kerja
1. Mencuci kedelai sampai bersih.
2. Merendam kedelai kira-kira selama semalam.
3. Mengupas kulit ari kedelai.
4. Meniriskan kedelai yang telah dikupas kulit arinya.
5. Memasak kedelai hingga dengan air hingga teksturnya empuk selama kurang lebih 2 jam.
6. Menaruh kedelai yang telah masak ke dalam talang dan meratakannya,
7. Setelah kedelai dingin, taburi kedelai dengan ragi hingga merata
8. Memasukkan kedelai yang telah ditaburi ragi ke dalam plastik yang telah dilubangi.
9. Setelah 2 hari tempe telah jadi dan siap untuk diolah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil


B. Pembahasan
Dalam pembuatan tempe diperlukan kedelai putih.. Proses pembuatan tempe diperlukan kesterilan yang tinggi untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain dan proses fermentasi tempe kedelai berhasil.

Kedelai putih yang digunakan untuk pembuatan tempe dicuci kemudian direndam selama semalam terlebih dahulu agar tekstut beras lebih empuk dan memudahkan dalam proses pengupasan kulit. Kemudian kulit ari pada kedelai dikupas, lalu memasak kedelai hingga teksturnya empuk selama kurang lebih 2 jam.

Setelah kedelai masak kemudian ditaruh ke dalam talang dan membiarkannya dingin terlebih dahulu, lalu menaburinya ragi tapai yang telah dihaluskan. Dan diaduk hingga rata agar kedelai dan ragi tercampur dengan baik. Dalam proses peragian harus hati-hati, karena apabila tersentuh tangan atau sendok kotor akan menyebabkan tempe menjadi rusak.

Kedelai yang telah tercampur dengan ragi kemudian dimasukkan ke dalam plastic yang telah dilubangi. Setelah 2-3 hari campuran kedelai dan ragi berhasil melakukan fermentasi. Tempe telah jadi dan siap untuk di olah menjadi jenis makanan yang diinginkan.

BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan tempe kedelai diperlukan kedelai putih yang berkualitas dan ragi yang bagik agar tempe yang dihasilkan juga memilki kualitas yang baik. Dalam proses peragian harus hati-hati, karena apabila tersentuh tangan atau sendok kotor akan menyebabkan tapai menjadi rusak. Campuran kedelai dan ragi yang telah berhasil menjadi tempe memerlukan waktu sekitar 2-3 hari dan tempe siap untuk diolah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Khasiat dan Kandungan tempe. file://localhost/H:/Khasiat%20dan%20Kandungan%20Gizi%20Tempe%20«%20sin%20cera.htm. Diakses pada tanggal 17 November 2009.

Anonimb. 2009. Manfaat Tempe. file://localhost/H:/AAAppyuppy/imgres.htm. Diakses pada tanggal 17 November 2009.

Kusantati, Herni. 2006. Keterampilan. Jakarta: Grafindo.


Yuwono, Triwibowo. 2006. Bioteknologi Pertanian. Jogyakatra: Gadjah Mada University Perss.

Tapai Ketan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Secara definisi, istilah bioteknologi mempunyai pengertian: penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan rekayasa dalam pengolahan bahan dengan memanfaatkan agensia jasad hidup dan komponen-komponennya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian semacam ini, terkandung makna bahwa semua produk atau jasa yang berasal dari makhluk hidup atau komponennya dan yang dihasilkan dari penerapan teknik biologi, biokomia, dan rekayasa adalah produk atau jasa bioteknologi. Oleh karena itu, jika dirunut dari sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, maka-maka produk-produk jasad hidup yang telah dikembangkan manusia sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang silam, dapat dikategorikan sebagai produk bioteknologi. Sebagai contoh, produk minuman hasil fermentasi, winw, bir, yogurt, kefir, atau produk makanan misalnya seperti tempe, oncom, tape dan lain-lain adalah produk yang dihasilkan dari pemanfaatan agensia jasad hidup (Yowono, 2006).

Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari selera (Anonima, 2009).

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, terutama non-beras (Anonim, 2009).

Tapai adalah sejenis makanan yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi). Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan juga dibuat dari ketan. Pembuatan tapai diperlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi. Agar pembuatan tapai berhasil dengan baik, alat-alat dan bahan-bahan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika digunakan untuk mengolah pembuatan tapai bisa menyebabkan kegagalan fermentasi. Air juga harus bersih. Menggunakan air hujan juga menyebabkan gagal fermentasi (Kusantati, 2006).

Tapai ketan adalah makanan tradisional yang bahan bakunya berupa beras ketan dan ragi sebagai bahan penolongnya. Dengan proses pengolahan yang baik, tapai ketan ini dapat tahan lebih dari 1 minggu (Anonimb, 2009).

Pada proses pembuatan tapai, karbohidat mengalami proses peragian oleh mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan sekaligus mudah dicerna (Anonima, 2009).

Selama ini orang berpendapat bahwa tapai dan peuyeum adalah sama, tetapi sebenarnya terdapat perbedaan yang sangat mendasar pada kedua cara pembuatannya hingga hasil akhirnyapun berlainan. Tapai dari Jawa Tengah tidak tahan disimpan lama karena cepat sekali berair, sedangkan peuyeum dari Jawa Barat lebih tahan disimpan karena tahan berair (Anonima, 2009).


BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal : Selasa, 11 November 2009
Waktu : Pukul 09.10 – 10.50 WITA
Tempat : Laboratorium Biologi FMIPA UNM lantai II sebelah Timur.

B. Alat dan Bahan
1. Alat:
a. Tampah (nyiru)
b. Panci
c. Sendok kayu
d. Plastik
e. Toples plastik
f. Kompor
2. Bahan:
a. Beras ketan hitam
b. Ragi tapai
c. Air

C. Cara Kerja
1. Mencuci beras ketan sampai bersih.
2. Merendam beras kira-kira selama semalam.
3. Meniriskan beras yang telah direndam kemudian mengukusnya hingga tanak.
4. Menaruh ketan yang telah masak ke dalam talang yang telah disterilkan dengan alcohol 70 %.
5. Setelah dingin taburi ketan dengan ragi tapai yang telah dihancurkan.
6. Mengaduk ketan hingga tercampur dengan raginya.
7. Membentuk ketan seperti bola dengan ukuran yang kecil-kecil kemudian manaruhnya ke dalam toples.
8. Menutup toples dengan rapat kemudian menyimpannya di tempat yang aman
9. Setelah 3-4 hari tapai siap untuk dikomsumsi.

A. Hasil


B. Pembahasan
Dalam pembuatan tapai ketan diperlukan beras ketan hitam atau pun putih, tetapi disini kita menggunakan beras ketan hitam. Proses pembuatan tapai ketan diperlukan kesterilan yang tinggi untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain dan proses fermentasi tapai ketan berhasil.

Dalam pembuatan tapai ada beberapa bakteri yang berperan dalam proses fermentasinya antara lain Mucor Chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera yang mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa). Selain itu masih ada Saccharomyces yang menyebabkan tape mengandung alkohol.

Beras ketan hitam yang digunakan untuk pembuatan tapai ketan dicuci kemudian diendam selama semalam terlebih dahulu agar tekstut beras lebih empuk dan memudahkan dalam proses pengkukusan. Kemudian dikukus hingga tanak.

Setelah ketan tanak kemudian ditaruh ke dalam talang dan membiarkannya dingin terlebih dahulu, lalu menaburinya ragi tapai yang telah dihaluskan. Dan diaduk hingga rata agar ketan dan ragi tercampur dengan baik. Dalam proses peragian harus hati-hati, karena apabila tersentuh tangan atau sendok kotor akan menyebabkan tapai menjadi rusak.

Ketan yang telah tercampur dengan ragi kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil dan di masukkan ke dalam toples dan ditutup dengan rapat, kemudian disimpan di tempat yang aman hingga 3-4 hari agar proses fermentasi berhasil. Setelah 3-4 hari campuran ketan dan ragi akan menghasilkan air yang agak beralkohol, maka setelah itu tapai ketan siap dikomsumsi.

Adapun reaksi yang terjadi pada fermentasi tapai adalah:
2 (C6H10O5)n + n H2O n C12H22O11
Amilum/pati amilasi maltose
C12H22O11 + H2O 2C6H12O6
Matosa maltase glukosa
C6H12O6 2C2H5OH + CO2
Glukosa alkohol

BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan tapai ketan diperlukan beras ketan yang berkualitas dan ragi yang bagik agar tapai ketan yang dihasilkan juga memilki kualitas yang baik. Dalam proses peragian harus hati-hati, karena apabila tersentuh tangan atau sendok kotor akan menyebabkan tapai menjadi rusak. Campuran ketan dan ragi yang telah berhasil menjadi tapai ketan akan menghasilkan air yang agak beralkohol dari proses fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Tapai. file://localhost/D:/About%20Biology/BIOTEKNOLOGI/Biotek%20konvensional/tape.htm. Diakses pada tanggal 1 November 2009.

Anonimb. 2009. Tapai ketan. file://localhost/D:/About%20Biology/BIOTEKNOLOGI/Biotek%20konvensional/tapai%20ketan.html. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

Kusantati, Herni. 2006. Keterampilan. Jakarta: Grafindo.

Pagarra, Halifah. 2008. Penuntun Praktikum Biologi Terapan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Yuwono, Triwibowo. 2006. Bioteknologi Pertanian. Jogyakatra: Gadjah Mada University Perss.

Bioteknologi Konvensional

Kombucha

Jamur kombucha merupakan membran jaringan jamur yang bersifat gelatinoid dan liat, serta berbentuk piringan datar. Kombucha hidup dalam larutan nustrisi teh-gula yang tumbuh dengan cara germinasi.

Khasiat kombucha:
• Mengobati sembelit
• Memperbaiki kondisi tubuh
• Bermanfaat melawan arteriosclerosis
• Memulihkan fungsi alat pencernaan
• Bermanfaat bagi penderita stres mental
• Menawarkan racun
• Membunuh kanker

Cara kerja kombucha:
• Kandungan asam glukonat yang ada pada minuman kombucha mampu memperkuat daya kekebalan tubuh terhadap infeksi dari luar serta mempunyai kemampuan untuk mengikat racun dan mengeluarkannya dari tubuh lewat urine.
• Selama fermentasi kultur kombucha akan menghasilkan sejumlah alkohol, karbondioksida, vitamin B, vitamin C, serta berbagai jenis asam organik yang sangat penting bagi metabolisme manusia seperti asam asetat, asam glukonat, asam glukoronat, asam oksalat, dan asam laktat.

Cara membuat kombucha:
• Menyedu dengan air panas
• Penyaringan
• Pencampuran dengan gula
• Pendinginan
• Inokulasi
• Fermentasi
• Pemisahan dan penyaringan

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah:
• Keterssediaan nutrisi meliputi unsur C, P, N, dan K
• pH mediaum sekitar 5,5
• Suhu fermentasi23-27 derajat selsius dengan tolaransi dalam kisaran 18-35 derajat selsius
• Ketersediaan udara namun tidak dalm bentuk aerasi aktif
• Tidak boleh ada foncangan atau getaran
• Tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung

Kultur kombucha:
Kultur kombucha mengandung berbagai macam bakteri dan khamir diantaranya Acetobacter xylinum, A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula, Pichia, Saccharomyces cerevisiae, Schizosaccharomyces, Torula, Torulaspora delbrueckii, torulopsis, Zygosaccharomyces bailii dan Z. rouxii.
Komponen yang terbentuk selama fermentasi kombucha:
• Asam laktat
• Asam asetat
• Asam malat
• Asam oksalat
• Asam glukonat
• Asanm butirat
• Asam nukleat
• Asam amino
• Enzim
• Kombucha juga mengandung beberapa vitamin B dan C, serta bakteri dan khamir yang penting.

Senin, 03 Januari 2011

Pembelajaran Kooperatif

Pada dasarnya Cooperatif Learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi dari keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu “getting better together”, atau “raihlah yang lebih baik secara bersama-sama” (Solihatin, 2007: 4).

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada pada kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Arini, 2009).

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru (Trianto, 2007: 42).

Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran Cooperative Learning. Kelompok heterogenitas biasa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis (Lie, 2002: 41).
Menurut Arends (dalam Amri, 2010), langkah-langkah prilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif adalah sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif.
Fase Tingkah laku guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yan ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan. Pandangan setiap orang yang berbeda dan kemampuan-kemampuan yang unik secara bersama-sama akan tersusun menjadi sesuatu yang lebih besar daripada penjumlahan dari bagian-bagiannya itu sendiri (Johnson, 2006: 73).

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerjasama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota (Lie, 2002).
Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik (Solihatin, 2007: 5).


DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan dan Lif Khoiru ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Arini, Yusti. 2009. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Dan aplikasinya Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran. http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

Johnson, Elaine B. 2006. Contextual Teaching & Learning. Bandung: Penerbit MLC.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperatif Learning. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya dan faktor dari lingkungan. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 persen dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 persen dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi, dan faktor fisik dan psika (Sabri, 2010: 45).
Grade atau nilai akhir memiliki arti yang sangat penting karena nilai akhir tersebut dapat menentukan apakah siswa dikatakan pandai atau tidak, bisa melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi atau tidak. Bagi siswa, nilai menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu, para siswa perlu mengetahui sistem grade dengan baik agar mereka tetap termotivasi untuk belajar secara kontinu (Sukardi, 2008: 214-215).
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (Munawar, 2009) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Menurut Hamalik (2001: 30), hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada beberapa aspek. Adapun aspek-aspek itu adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Hasil belajar ini menyatakan apa yang akan dapat dilakukan atau dikuasi siswa sebagai hasil pelajaran itu (Nasution, 2006: 61).